Dalam hubungan
kaum gay, ada istilah Top, Vers dan Bottom. Mereka yang berperan sebagai
subyek, biasa menyebut diri Top. Namun sebaliknya, mereka yang berperan sebagai
obyek sering menyebut diri bottom. Sehingga dalam satu kasus, seperti misalkan
berhubungan seksual, bottom lebih sering menjadi obyek seksual dengan cara
disodomi.
loading...
Sodomi adalah
perilaku seksual dimana penis melakukan penetrasi ke dubur, atau lebih sering
kita sebut anal seks. Pada kondisi tertentu anal seks bisa memberikan
kenikmatan, apalagi ketika penis menggesek jaringan saraf prostat. Bahkan tak
jarang bottom yang sampai klimak karena disodomi. Namun apakah seks semacam ini
sehat?
Kerusakan
anal
Meski begitu
anal seks selalu menyisakan perih dan nyeri pada bottom, sekalipun ada sisi
kenikmatan. Dalam beberapa kasus bahkan bisa menyebabkan kerusakan dubur, entah
karena sobek, atau karena elastisitasnya berkurang. Analogikakan saja ketika
kita mengalami masalah buang air besar, seperti kotoran yang mengeras atau
mencret, selepas itu anal terasa panas dan pedih.
loading...
Anal seks
membuat dubur “bekerja lebih keras” untuk menahan gesekan dalam waktu yang
lebih lama dari fungsi aslinya sebagai tempat pembuangan. Betapapun sulitnya
buang air besar, hal itu berlangsung tak kurang dari satu menit. Namun anal
seks bisa berlangsung beberapa menit.
Hal ini
membuat elastisitas anal berkurang, sehingga dubur yang sering disodomi menjadi
lebih lebar. Karena itulah dubur sedikit kehilangan “daya denyutnya”. Celakanya
kalau sudah pada fase ini, tidak bisa dikembalikan sedia kala. Sementara
semakin bertambahnya usia, “daya denyut” itu terus berkurang.
Namun jika
berkomitmen untuk tidak melakukan hubungan seksual, maka hal seperti diatas
tidak akan terjadi.
Masalah
Psikologis
Kodratnya,
lelaki dicipta sebagai subyek dalam banyak hal, mulai dari berhubungan seksual
sampai kehidupan asmara. Tugas kodrati mencari nafkah dan melayani secara lahir
dan bathin, untuk itulah ia cenderung rasional dan berfikir lebih simpel.
Berbeda dengan perempuan yang dalam kehidupan sehari-hari nampak lebih pasif,
meski dalam kondisi tertentu bisa saja sebaliknya.
Mereka yang
menganalisis dirinya seorang bottom, secara tidak langsung menempatkan
posisinya sebagai obyek. Ia cenderung manja, pasif, layaknya perempuan. Padahal
secara kodrati mereka adalah lelaki. Suasana psikologis semacam ini bisa
menyebabkan krisis identitas, apalagi ketika mereka harus menjalani kehidupan
dengan lawan jenisnya dalam sebuah bingkai pernikahan.
Namun perlu
diingat bahwa pria bottom tidak selalu identik dengan mereka yang melambai atau
ngondek. Meski pria melambai sekilas nampak manja, tapi belum tentu ia
bottom, itu hanya style saja. Pria bottom bisa sangat macho, namun dalam
hal-hal tertentu mereka lebih menikmati menjadi obyek dibandingkan subyek.
Berkurangnya
kemampuan seksual sebagai lelaki
Gairah seksual
sangat dipengaruhi oleh kecederungan ia terhadap lawan seksualnya. Kenapa pria
bottom terlihat kurang mampu melakukan penetrasi seksual layaknya pria seperti
umumnya, bukan berarti karena masalah fisik, lebih karena suasana hatinya yang
tidak begitu menyukai hal tersebut.
Dalam kondisi
tertentu, pria bottom jarang mengalami “tegang”, bahkan saat sedang melakukan
hubungan seksual. Gairah dan suasana hati sangat mempengaruhi kemampuan
seksual, itulah kenapa kenikmatan seksual bisa diraih dengan orang yang
benar-benar membuat kita bergairah, begitu pun sebaliknya.
Penulis
: Barra
Tags:
lgbt