Setelah itu
beberapa minggu kemudian kami tidak bertemu, selain hanya berhubungan melalui
wa. Dia harus prakerin diluar kota dan aku tak mau mengganggunya. Setelah tiga
minggu tak bertemu, akhirnya dia menyempatkan waktu pulang dan menemuiku.
Karena rindu yang sangat tiga minggu tidak bertemu, maka kami melakukan itu
lagi. Rasanya masih nikmat seperti biasanya.
Anehnya
setelah melakukan hubungan intim dengan dia, moodku kembali membaik. Fikiran
yang kacau dan tertekan akhibat pekerjaan seolah hilang dan aku menjadi lebih
produktif dalam bekerja. Berikutnya, hampir setiap kali kami ketemu, aku selalu
minta disetubuhi, dan dia tidak pernah menolak. Maklum saja, kami hanya bertemu
paling tidak dua minggu sekali.
Entah sudah
berapa banyak sperma yang ia muncratkan ke dalam tubuhku, karena ia lebih suka
mengeluarkannya di dalam daripada diluar, sementara aku pasrah saja. Bagiku
bisa disetubuhi dia saja sudah cukup. Sampai tak terasa jika hubungan kami
sudah berjalan kurang lebih setahun. Dia sudah naik ke kelas 3 dan masuk
semester pertengahan.
Jelang
kelulusan, dia menjadi sulit sekali dihubungi. Awalnya aku maklum saja karena
mungkin dia fokus sekolah dan persiapan ujian nasional, namun menjadi ganjil
ketika semua sosial medianya juga tidak aktif. Aku pun beranikan diri untuk ke
rumahnya, meskipun sedikit ada rasa takut kalau orang tuanya tahu. Aku mengaku
sebagai supervisornya ketika prakerin dulu.
Alangkah
terkejutnya aku ketika Ibunya memberi tahu bahwa dia sedang sakit parah dan
sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Tubuhnya pun semakin kurus,
bahkan hampir tak kukenali lagi karena perubahannya yang drastis. Setelah
kondisinya sekarang aku lalu pulang ke kos, di dalam kamar aku menangis
sejadi-jadinya, menangisi keadaannya yang sekarang ini.
Aku khawatir
dia terkena HIV/Aids, maka aku beranikan diri untuk cek kesehatan, termasuk tes
VCT, dan ternyata hasilnya negatif. Aku bersyukur, meski desas desus berkembang
bahwa bfku terkena HIV/Aids menyebar di grup khusus di sosial media. Aku tidak
terima mendengar desas desus tersebut, sampai kemudian ada temannya yang
mengatakan bahwa bfku pernah berhubungan dengan orang lain. Aku terkejut.
Lalu aku
menelepon anak itu dan menanyakan kejelasan. Katanya bfku pernah dekat dengan
orang seumuranku juga, tapi orang itu sudah meninggal dengan penyakit yang
hampir sama, gejalanya tubuhnya menjadi kurus dan komplikasi. Betapa remuk
hatiku mengetahui hal ini. Apa bfku tertular?
Sampai
kemudian aku memutus semua hubungan di sosial media, dan tidak lagi berharap
bertemu dengannya. Aku tak peduli lagi dengan keadaan bfku, dan hidupku kini
berubah menjadi formal lagi. Orang tuaku terus menanyakan apakah aku sudah
punya calon untuk dinikahi? Aku pun terdiam.
T A M A T
Tags:
Cerita