Banyak yang mengaitkan perilaku sodomi sebagai penyimpangan. Bahkan dalam beberapa kasus kejahatan seksual, seringkali korban mengalami trauma karena disodomi oleh pelaku. Namun ternyata, tak sedikit yang justru menikmati kegiatan ini. Bahkan mereka dengan rela disodomi.
Sodomi adalah proses hubungan intim, ketika alat kelamin pria melakukan penetrasi lewat rectum atau lubang anal.
Rectum atau liang pembuangan memang bersifat elastis. Meski demikian, rawan terluka, apalagi jika dipaksa menerima penetrasi dari alat kelamin pria. Itulah kenapa seringkali sangat traumatik, tidak hanya secara psikologis, namun juga menyisakan kesakitan fisik yang teramat.
Namun sebagai variasi hubungan intim, sodomi memang memberikan kesan berbeda. Terutama bagi pasangan sesama pria.
Rata-rata mereka menggunakan pelumas atau lubricant oil, dan melapisinya dengan kontrasepsi. Selain itu, foreplay atau pemanasan juga bisa meningkatkan gairah. Tingginya gairah seksual mampu mengurangi rasa sakit fisik, termasuk ketika berhubungan intim.
Seringkali pasangan yang sudah ahli dan memahami hal ini akan melakukan beberapa hal agar pasangannya nyaman, seperti memeluk, mencium pada bagian tertentu, dan memelintir puting susu, baru kemudian memberikan genjotan.
loading...
Rectum secara anatomis berdampingan dengan prostat dan saluran kemih. Sehingga, beberapa genjotan yang sudah melalui pemanasan yang cukup, justru akan menimbulkan rasa nikmat. Inilah kenapa banyak dari kalangan LGBT yang justru ketagihan disodomi.
Dalam gesekan tersebut, tak jarang pasangan yang disodomi mencapai klimaks. Uniknya, klimaks tersebut bisa terjadi beberapa kali dengan intensitas sedang. Klimaks itu terjadi bahkan tanpa menyentuh alat kelaminnya.
Meski demikian, pihak medis kerapkali mengingatkan agar perilaku tersebut dikurangi atau ditinggalkan saja. Mengingat rectum bukanlah liang senggama, namun sebagai liang pembuangan. Sekalipun memberikan rasa nikmat, bisa menimbulkan resiko kesehatan. (Jas/Ath)
Tags:
lgbt